Persidangan Seru di PN Maros: Polres Hadir Tanpa Surat Tugas Resmi

Persidangan Seru di PN Maros: Polres Hadir Tanpa Surat Tugas Resmi
Persidangan Seru di PN Maros: Polres Hadir Tanpa Surat Tugas Resmi

Panglimanews.com– Gugatan yang diajukan oleh BS dengan Nomor Perkara No.22/Pdt.G/2024/PN.Maros di Pengadilan Negeri Maros semakin menarik perhatian publik. Kamis (8/8/2024)

Dalam persidangan di PN Maros terbaru, enam pihak turut tergugat, namun tiga di antaranya tidak hadir di sidang.

Bacaan Lainnya

BS menuntut agar Pengadilan Negeri Maros mengadili perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tergugat dan turut tergugat, di antaranya ATR/BPN Maros, Polres Maros, serta pihak lainnya.

Persidangan yang Menarik Perhatian

Dalam persidangan, ketua majelis hakim Sofian Farerungan SH mempertanyakan ketidakhadiran tiga pihak turut tergugat, yaitu ATR/BPN Maros, seorang notaris, dan Sarbini.

Hakim juga menyoroti kehadiran Polres Maros tanpa surat tugas resmi.

“Tergugat yang hadir adalah H. Kadir (Tergugat IV), H. Muhammade (Tergugat I), dan turut Tergugat II Polres Maros, sementara turut Tergugat II Notaris belum hadir. Yang tidak hadir adalah Tergugat III ATR/BPN Maros dan Sarbini (Tergugat II),” ungkap BS.

Hakim kemudian memeriksa kehadiran masing-masing tergugat dan turut tergugat, dimulai dari H. Muhammade (Tergugat I), Sarbini (Tergugat II), ATR/BPN Maros (Tergugat III), H. Abdul Kadir (Tergugat IV), hingga Polres Maros (Turut Tergugat I) dan Notaris Irfan, SH, M.Kn (Turut Tergugat II).

Kejutan di Persidangan

Ketika Ketua Majelis Hakim Sofian Farerungan SH menanyakan kehadiran Sarbini (Tergugat II), H. Muhammade (Tergugat I) menyahut bahwa Sarbini telah meninggal.

“Sarbini sudah meninggal,” kata BS menirukan ucapan H. Muhammade.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Majelis Hakim mengatakan bahwa tanpa bukti surat kematian, tidak bisa dipastikan bahwa Sarbini telah meninggal.

“Jika dalam perjalanan persidangan terbukti bahwa Sarbini (Tergugat II) telah meninggal, gugatan akan gugur dan dapat digantikan oleh ahli waris Sarbini,” jelas BS menirukan penjelasan Ketua Majelis Hakim.

Tindakan Hakim Terhadap Polres Maros

Hakim juga mempertanyakan kehadiran anggota Polres Maros yang tidak membawa surat tugas resmi.

“Anggota Polres Maros yang hadir tanpa surat tugas resmi akan dipanggil lagi agar pada sidang berikutnya membawa surat tugas resmi dari pimpinannya,” ungkap BS.

Diberitakan sebelumnya, Warga Moncongloe berinisial BS telah menggugat ATR/BPN dan Polres Maros ke Pengadilan Negeri Kelas IB Maros. Sabtu ( 3/8/2024)

Gugatan ini didaftarkan pada 8 Juli 2024 dengan Nomor Perkara No.22/Pdt.G/2024/PN.Maros, setelah BS merasa terzalimi selama delapan tahun.

BS mengaku menjadi korban teror dan penganiayaan sejak 2016 terkait kasus penyerobotan tanah yang ditangani Polres Maros.

Dalam insiden tersebut, BS pernah dipukul dengan kayu hitam hingga mengalami luka di bagian belakang kepala. Kasus ini, menurutnya, telah menguras banyak waktu, tenaga, dan uang.

Proses hukum di Kantor Pertanahan Maros ATR/BPN serta laporan penyerobotan tanah di Polres Maros berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas.

BS merasa fakta diputarbalikkan dan dituduh dalam kasus pidana perusakan hanya karena mengelola tanah yang rusak akibat pondasi dan tiang cor yang dibuat oleh HM, tergugat dalam kasus ini.

Dalam gugatannya, BS menuntut agar Pengadilan Negeri Maros mengusut tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh ATR/BPN Maros dan Polres Maros serta para tergugat lainnya.

Sidang pertama dijadwalkan pada 8 Agustus 2024. BS merasa ada unsur-unsur perbuatan melawan hukum dan kesalahan dalam penanganan perkaranya yang menyebabkan kerugian besar baginya, baik secara administratif, tenaga, pikiran, maupun fisik.

Ia menuntut ganti rugi materil sebesar Rp 1,5 miliar dan kerugian inmateril sebesar Rp 10 miliar.

BS telah mempersiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang akan disampaikan dalam persidangan guna mempertahankan haknya.

“Saya meminta tolong kepada Bapak Presiden RI, Bapak Menteri ATR/BPN, dan Bapak Kapolri untuk membantu saya sebagai warga biasa. Tanah ini saya beli dengan uang hasil keringat, bukan didapat secara gratis. Saya merasa tersiksa diteror selama delapan tahun,” keluh BS.

Sebelumnya, BS telah mengirim surat ke ATR/BPN Provinsi Sulawesi Selatan dan Polda Sulsel, serta kepada Menteri ATR/BPN dan Kapolri, namun masalahnya semakin rumit dan mendapat pelayanan yang buruk.

Akhirnya, BS harus menggugat ke pengadilan sebagai langkah terakhirnya untuk mencari keadilan.

“Semoga hakim yang menyidangkan gugatan saya ini cermat dan adil dalam menangani kasus ini, sehingga hak-hak saya bisa dipulihkan,” harap BS.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena menggambarkan perjuangan panjang seorang warga biasa dalam mencari keadilan di tengah sistem hukum yang kompleks.

Semua pihak berharap agar proses persidangan berjalan lancar dan adil, serta memberikan keadilan yang sebenar-benarnya bagi BS.

Bersambung..

Editor : Darwis

Follo Berita Panglimanews.com di Google News

Pos terkait