Panglimanews.com – Ketua KPK Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan di Kementerian Pertanian.
Penetapan Firli Bahuri disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak.
“Ditemukannya bukti yang cukup untuk menetapkan FB selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka,” kata Ade, Rabu (22/11/2023).
Dalam kasus perkara dugaan TPK, Ade mengatakan FB terindikasi pemerasan atau penerimaan gratifikasi hadiah atau janji
“Oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementan pada kurun waktu 2020 sampai 2023,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Firli dipersangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 65 KUHP.
Ade kemudian membeberkan, sanksi pidana maupun denda sebagaimana yang diterangkan di dalam pasal tersebut.
Adapun, Pasal 12 huruf e tentang UU tentang pemberantasan tindak korupsi pegawai negeri atau penyelenggaraan negara yang dimaksud menguntungkan diri sendiri
Atau orang lain secara melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu,
Atau membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Pasal 12 huruf B ayat 1 berbunyi setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap.
Apabila berhubungan dengan jabatannya dan kewajibannya ataupun tugasnya dan terkait dengan Pasal 12 huruf B ayat 1.
“Pasal 12 huruf B ayat 2 disebutkan bahwa pidana bagi pegawai negeri/penyelenggara negara sebagaimana yang dimaksud ayat 1,
Dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar,” kata Ade.
Ade melanjutkan untuk Pasal 11 ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan/atau pidana paling sedikit denda Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
“Bagi pegawai negeri, atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga,
Bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya
Atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya,” pungkasnya
Editor : Ian