Panglimanews.com-Kasus sengketa batas tanah yang melibatkan Polres Maros sebagai Turut Tergugat I dan ATR/BPN Maros sebagai Tergugat II terus menjadi sorotan publik. Jumat (24/01/2024)
Hal ini dipicu oleh dugaan ketidakadilan dalam penanganan sengketa batas tanah oleh aparat penegak hukum (APH).
Gugatan yang diajukan oleh Budiman S sebagai penggugat terdaftar pada 8 Juli 2024 dengan nomor perkara 22/Pdt.G/2024/PN.Maros.
Perjuangan Panjang Budiman S untuk Memperjuangkan Haknya
Budiman S mengungkapkan bahwa ia telah berjuang untuk memperoleh haknya sejak pertama kali melaporkan kasus ini ke Polres Maros pada Mei 2022 dengan nomor LP.178/V/2022/SPKT POLRES MAROS.
Dugaan Konspirasi dan Ketidaktransparanan dalam Pengembalian Batas Tanah
Budiman S menduga adanya konspirasi antara tergugat dan turut tergugat yang menghambat proses penyelidikan kasusnya.
Ia merasa bahwa pengembalian batas tanah yang dilakukan pada 24 Oktober 2022 berdasarkan sertifikat terbitan 2013 tidak transparan dan merugikan dirinya.
Sebab, sertifikat yang dimiliki oleh Tergugat I pertama kali terbit pada tahun 1989, sehingga seharusnya pengembalian batas tanah dilakukan berdasarkan sertifikat yang terbit pada tahun tersebut.
“Saya merasa hak saya telah diabaikan selama bertahun-tahun,” ungkap Budiman S.
Lambatnya Pencatatan Pengembalian Batas Tanah
Dokumen Polres Maros yang diajukan dalam persidangan menunjukkan bahwa pengembalian batas tanah baru dicatatkan pada 2 November 2022, hampir dua tahun setelah pengukuran dilakukan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan data dan lambannya pencatatan yang dilakukan oleh pihak berwenang.
Keterangan Saksi dalam Persidangan
Dalam persidangan yang berlangsung pada Kamis (9/1/2025), saksi dari pihak ATR/BPN menyatakan bahwa pengukuran tanah dilakukan menggunakan teknologi satelit untuk memastikan akurasi, bukan dengan metode manual.
“Pengukuran ini dilakukan dengan teknologi satelit, bukan manual, dan dilaksanakan pada 24 Oktober 2022,” ujar saksi di hadapan majelis hakim.
Namun, Budiman S menegaskan bahwa meskipun teknologi canggih digunakan, hal tersebut tidak mampu memberikan solusi terhadap permasalahan hukum yang dihadapinya dan rasa keadilan yang selama ini ia harapkan.
“Saya hanya menginginkan keadilan yang selama ini tidak saya dapatkan,” tegas Budiman S.
Ia berharap pengadilan dapat memberikan keputusan yang tidak hanya adil, tetapi juga menjadi preseden positif dalam penyelesaian sengketa tanah di masa depan.
Tanggapan Polres Maros
Saat dimintai konfirmasi, penyidik unit Tahbang Polres Maros, Indrawan, menyatakan bahwa kasus ini sudah dianggap selesai sejak 2022.
Namun, ia mengaku tidak mengingat detail perkara tersebut karena dokumen-dokumennya telah disimpan di gudang.
“Kasus di Polres sudah selesai sejak 2022, saya sudah lupa, berkasnya sudah di gudang,” ujar Indrawan melalui pesan WhatsApp.
Harapan untuk Putusan yang Adil
Kasus ini terus menarik perhatian masyarakat, terutama karena dugaan ketidaktransparanan dan lambatnya penyelesaian hukum.
Banyak pihak berharap agar putusan pengadilan dapat memberikan keadilan bagi Budiman S dan menjadi momentum penting untuk memperbaiki tata kelola penyelesaian sengketa tanah di Maros, sebuah isu yang selama ini menjadi permasalahan krusial di wilayah tersebut.
Editor : Darwis
Follow Berita Panglimanews.com di Google News