Fasum PTB Maros Disulap Jadi Ladang Bisnis, Diduga Disewakan Puluhan Juta

Fasum PTB Maros Disulap Jadi Ladang Bisnis, Diduga Disewakan Puluhan Juta
Kwitansi pembayaran sewa tempat usaha di atas fasum kawasan Jalan Azalea, PTB Maros, dengan nominal hingga puluhan juta rupiah. Kwitansi ditandatangani oleh pihak bernama A. Aziz dan dibubuhi materai.

Panglimanews.com– Sejumlah fasilitas umum (fasum) di kawasan Kuliner Pantai Tak Berombak (PTB) Maros, Sulawesi Selatan, kini berubah fungsi.

Lahan yang semestinya gratis bagi masyarakat, justru diduga menjadi ladang bisnis yang menghasilkan puluhan juta rupiah tiap tahunnya.

Fasum yang berada di depan ruko-ruko Jalan Azalea, Nasrun Amrullah, Crisant, dan Gladiol dilaporkan disewakan kepada para pedagang dengan harga Rp60 juta untuk 4 tahun atau sekitar Rp15 juta per tahun. Padahal, lahan tersebut merupakan ruang publik, bukan aset pribadi.

Salah satu pedagang berinisial IN (45), mengaku terpaksa menyewa lokasi itu demi bisa tetap mencari nafkah. IN menyebut nama Ambo Aziz sebagai pihak yang menarik bayaran.

“Kami berjualan di sini (fasilitas umum), sewa pak. Bayar di mana? Kami bayar ke Ambo Aziz Rp15.000.000 per tahun,” ujar IN kepada matajurnalisnews.com, jaringan zonafaktualnews.com, Selasa (20/5/2025).

Yang lebih mengherankan, bukan hanya tarif sewanya yang dipersoalkan, tapi juga durasi kontraknya.

IN menyebut, sewa tak bisa dilakukan secara tahunan, tetapi harus sekaligus tiga atau empat tahun.

“Sampai saat ini saya sudah membayar Rp60 juta, Pak. Bukti kami ada,” ungkapnya sambil menunjukkan bukti pembayaran.

Tampak sejumlah area di Jalan Azalea, kawasan Kuliner PTB Maros, yang diduga merupakan fasilitas umum, kini digunakan untuk aktivitas usaha seperti tempat jualan dan parkir kendaraan.

Lebih jauh, IN mengaku mendapat informasi bahwa harga sewa akan kembali naik — dari Rp15 juta menjadi Rp20 juta per tahun — dengan dalih adanya arahan dari petinggi perusahaan.

“Karena setiap dia datang untuk meminta sewa, selalu dia katakan bahwa ini merupakan arahan dari direktur PT. Bumicom,” jelasnya.

Pedagang lain pun merasakan beban serupa. Mereka berharap pemerintah Kabupaten Maros tidak menutup mata terhadap praktik ini.

“Harapan kami, kalau bisa jangan seperti itulah sewanya. Kami sebagai pedagang sangat merasa berat jika harus membayar retribusi sebanyak itu,” harapnya.

Sementara itu, hasil investigasi tim di lapangan menunjukkan adanya bangunan permanen di atas lahan fasum yang dipersoalkan.

Hal ini memperkuat dugaan bahwa bukan hanya disewakan, tapi kemungkinan besar telah diperjualbelikan.

Saat dikonfirmasi, pihak yang disebut dalam pengelolaan lahan, Ambo Aziz, justru membantah keras.

“Tidak benar itu, Pak. Sama sekali kami tidak pernah menyewakan fasilitas tersebut, kecuali milik pribadi. Kalau mau, ketemu saya dulu, Pak,” ujarnya melalui pesan WhatsApp dengan nada tinggi.

Praktik penyewaan fasum ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah: apakah aset publik benar-benar masih berada di tangan masyarakat, atau sudah lama menjadi milik segelintir pihak?

Editor : Darwis
Follow Berita Panglimanews.com di Google news

Pos terkait