Panglimanews.com– Seorang warga Moncongloe berinisial BS telah melayangkan gugatan perdata terhadap ATR/BPN dan Polres Maros ke Pengadilan Negeri Kelas IB Maros.
Gugatan ini didaftarkan pada 8 Juli 2024 dengan Nomor Perkara No.22/Pdt.G/2024/PN.Maros, setelah BS merasa terzalimi selama delapan tahun.
BS mengaku telah mengalami teror dan penganiayaan sejak 2016 akibat kasus penyerobotan tanah yang sedang diproses di Polres Maros.
Dalam insiden yang terjadi, BS pernah dipukul dengan kayu hitam hingga mengalami luka di bagian belakang kepala.
Ia merasa bahwa kasus ini telah menguras banyak waktu, tenaga, dan uangnya.
Proses hukum di Kantor Pertanahan Maros ATR/BPN serta laporan penyerobotan tanah di Polres Maros terus berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas.
“Saya merasa fakta diputarbalikkan. Bahkan, saya dituduh dalam kasus pidana perusakan hanya karena mengelola tanah yang rusak akibat pondasi dan tiang-tiang cor yang dibuat oleh HM (tergugat I) saat menyerobot tanah saya,” ungkap BS kepada media pada Rabu (17/7/2024).
Dalam gugatannya, BS menuntut agar Pengadilan Negeri Maros mengusut tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh ATR/BPN Maros dan Polres Maros serta para tergugat lainnya.
Sidang pertama dijadwalkan pada 8 Agustus 2024. BS merasa ada unsur-unsur perbuatan melawan hukum dan kesalahan dalam penanganan perkaranya yang menyebabkan kerugian besar baginya, baik secara administratif, tenaga, pikiran, maupun fisik.
Ia menuntut ganti rugi materil sebesar Rp 1,5 miliar dan kerugian inmateril sebesar Rp 10 miliar.
BS telah mempersiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi yang akan disampaikan dalam persidangan guna mempertahankan haknya.
“Saya meminta tolong kepada Bapak Presiden RI, Bapak Menteri ATR/BPN, dan Bapak Kapolri untuk membantu saya sebagai warga biasa. Tanah ini saya beli dengan uang hasil keringat, bukan didapat secara gratis. Saya merasa tersiksa diteror selama delapan tahun,” keluh BS.
Sebelumnya, BS telah mengirim surat ke ATR/BPN Provinsi Sulawesi Selatan dan Polda Sulsel, serta kepada Menteri ATR/BPN dan Kapolri, namun masalahnya semakin rumit dan mendapat pelayanan yang buruk.
Akhirnya, BS harus menggugat ke pengadilan sebagai langkah terakhirnya untuk mencari keadilan.
“Semoga hakim yang menyidangkan gugatan saya ini cermat dan adil dalam menangani kasus ini, sehingga hak-hak saya bisa dipulihkan,” harap BS.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menggambarkan perjuangan panjang seorang warga biasa dalam mencari keadilan di tengah sistem hukum yang kompleks.
Semua pihak berharap agar proses persidangan berjalan lancar dan adil, serta memberikan keadilan yang sebenar-benarnya bagi BS.