Panglimanews.com– Sengketa tanah eks pasar Tala-Tala di Dusun Tala-Tala, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, semakin memanas. Jumat (16/8/2024)
Dua kubu yang saling mengklaim hak atas tanah ini tak kunjung menemukan kata sepakat, meski kasus ini telah dibawa ke meja hijau.
Pengadilan Negeri Takalar pun terpaksa turun langsung ke lapangan untuk melakukan peninjauan guna memastikan kebenaran di balik klaim yang bertentangan ini.
Sejarah dan Klaim yang Saling Bertentangan
Kasus ini bermula dari klaim ahli waris Yahadang Bin Ma’ju yang menyatakan bahwa tanah seluas 1.200 meter persegi di Blok 004, Kohir 544, Persil 194a, Dusun Tala-Tala, adalah milik mereka, sesuai dengan surat keterangan yang dikeluarkan oleh mantan Kepala Desa Bontoloe, Abd Rajab Rombo.
Dalam surat keputusan Bupati Takalar tahun 2017 juga disebutkan bahwa tanah tersebut memang merupakan milik keluarga Yahadang.
Namun, di sisi lain, kelompok Dg Ngisa yang diwakili oleh enam orang tergugat, termasuk Muh Isdar Dg Naba dan Mansur Dg Rani, mengklaim bahwa tanah tersebut adalah milik Dinas Pemerintahan Desa (Dispemda) Takalar, merujuk pada putusan Mahkamah Agung.
Mereka menuduh pihak lawan menerbitkan sertifikat palsu dan menjual lahan yang seharusnya menjadi aset pemerintah.
Pengadilan Lakukan Peninjauan Lokasi
Dalam peninjauan yang dilakukan di lokasi sengketa tanah, para hakim didampingi oleh tim ahli dan pengacara dari kedua belah pihak melakukan pengukuran serta pengumpulan bukti fisik.
Tujuan dari peninjauan ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai status dan kondisi tanah yang disengketakan.
Ketegangan antara kedua kubu terlihat jelas di lapangan, namun pengadilan berupaya menjaga agar proses mediasi berlangsung damai.
Wakil Ketua DPRD Takalar, Sulaeman Rate Dg. Laja, mengingatkan bahwa tanah eks pasar Tala-Tala tidak terdaftar sebagai aset Pemerintah Kabupaten Takalar dan menyarankan para ahli waris untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.
Isu Sertifikat Siluman dan Dugaan Konspirasi
Proses sidang di Pengadilan Negeri Takalar diwarnai dengan tuduhan yang semakin serius.
Pengacara kelompok Dg Ngisa menuduh pihak lawan telah menerbitkan sertifikat kepemilikan tanah yang tidak sah dan diduga ada konspirasi dengan oknum pemerintah setempat untuk memanipulasi data.
Sertifikat tersebut disebut sebagai “sertifikat siluman” karena diterbitkan tanpa prosedur yang sah.
Kasus ini semakin rumit dengan adanya dugaan pemalsuan dan penyelewengan kekuasaan, yang membuat situasi semakin sulit untuk diselesaikan.
Pengadilan Negeri Takalar diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil dan tepat, sehingga hak yang sah dapat diakui dan dilindungi sesuai hukum yang berlaku.
Bersambung..
Editor : Darwis
Follow Berita Panglimanews.com di google news