Panglimanews.com– Keadilan seolah mati di Kabupaten Bantaeng. Seorang pedagang kecil bernama Alvi Syahrini menjerit karena laporannya atas dugaan penggelapan sertifikat kios senilai Rp180 juta tak kunjung diusut oleh aparat penegak hukum.
Meski sudah dua kali melapor ke Polres Bantaeng, kasus ini terkesan diabaikan.
Alvi, yang sehari-hari berjualan di Pasar Baru Bantaeng, merasa aparat tidak memberikan perlindungan hukum yang layak bagi masyarakat kecil sepertinya.
“Saya sudah melapor dua kali, tapi sampai sekarang tidak ada tindakan nyata. Saya hanya ingin hak saya dikembalikan, keadilan seharusnya tidak dipermainkan,” tegas Alvi kepada media, Senin (23/09/2024).
Sertifikat Kios Raib, Polisi Tak Bertindak
Kisah ini bermula ketika Alvi membeli kios di Pasar Baru dari seorang penjual bernama Yunita Oktaviani seharga Rp180 juta.
Pembayaran dilakukan secara bertahap, namun saat transaksi selesai, Yunita gagal menyerahkan sertifikat yang menjadi bukti sah kepemilikan kios tersebut.
Lebih parahnya, sertifikat tersebut ternyata berada di tangan bank karena Yunita memiliki utang yang belum lunas.
Alvi akhirnya terpaksa melunasi sisa utang Yunita kepada bank BRI sebesar Rp50 juta.
Namun, sertifikat yang diharapkan tidak juga diberikan, dengan alasan bahwa sertifikat kios tersebut terikat dengan sertifikat rumah yang juga dijaminkan Yunita ke bank.
“Saya sudah melunasi utangnya, tapi ternyata sertifikat yang dijanjikan malah dipegang oleh kakaknya. Mereka mengklaim, kakaknya yang melunasi sertifikat tersebut, dan sekarang mereka menolak menyerahkan hak saya,” jelas Alvi dengan kecewa.
Kejanggalan Penanganan Kasus
Tidak hanya persoalan penggelapan, Alvi juga menyoroti adanya kejanggalan dalam penanganan laporannya di Polres Bantaeng.
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterimanya, kasus yang seharusnya ditangani oleh Unit Reserse Kriminal Umum malah dialihkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Tipikor.
Langkah ini jelas mengundang kecurigaan.
“Ini kasus penggelapan, tapi malah ditangani oleh unit yang tidak seharusnya. Ada apa ini? Saya curiga ada permainan di belakang layar,” sergah Alvi dengan nada kesal.
Lebih menyakitkan lagi, laporan pertama yang dibuatnya pada Juni 2023 hingga kini belum ada perkembangan signifikan.
Bahkan laporan keduanya, yang dibuat dengan bantuan pengacara, malah dihentikan tanpa alasan yang jelas.
Upaya Mediasi Gagal
Upaya mediasi yang dilakukan pengacara Alvi juga berakhir tanpa hasil. Yunita dan keluarganya menawarkan dua pilihan yang menurut Alvi sangat merugikan.
Mereka meminta Alvi membayar Rp130 juta tambahan untuk mendapatkan sertifikat kiosnya kembali, atau menerima uang pengganti sebesar Rp100 juta dengan syarat menyerahkan sertifikat yang sudah dipegangnya.
“Saya tidak bisa terima kedua pilihan itu. Sertifikat kios itu sudah saya bayar, kenapa saya harus membayar lagi? Ini jelas tidak adil,” ungkap Alvi dengan nada tegas.
Ancaman Jual Kios ke Pihak Lain
Lebih parah lagi, Yunita dan suaminya diduga mengancam akan menjual kios tersebut kepada pihak lain jika Alvi tidak menerima tawaran mereka.
“Mereka bilang akan menjual ke orang lain dan hanya memberikan saya uang pengganti Rp100 juta. Ini benar-benar penindasan terhadap orang kecil,” ujar Alvi dengan marah.
Alvi kini hanya berharap keadilan bisa ditegakkan dan laporannya diproses dengan transparan. Ia mendesak agar Propam Polda Sulsel turun tangan menyelidiki Polres Bantaeng dan memastikan kasus ini ditangani dengan benar.
“Saya hanya ingin hak saya kembali, dan aparat hukum bertindak sesuai kewajibannya. Keadilan itu harus nyata, bukan hanya omong kosong,” tutup Alvi penuh harap.
Editor : Darwis
Follow Berita Panglimanews.com di Google News