Panglimanews.com– Putusan ringan terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan tunarungu di Kabupaten Barru memicu gelombang kecaman dari berbagai kalangan, terutama komunitas difabel di Makassar.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Barru menjatuhkan hukuman hanya 3 tahun penjara kepada terdakwa yang dikenal publik sebagai “Kakek Peot”. Vonis ini dianggap mencederai rasa keadilan, terutama bagi korban dari kelompok rentan.
“Vonis ini sangat menyakitkan! Hanya 3 tahun untuk pelaku bejat yang menyasar perempuan difabel? Ini tamparan keras bagi keadilan,” tegas Abd Rahman Gusdur, aktivis dari Komunitas Peduli Difabel Makassar, Kamis (22/5/2025).
Menurut Rahman, sistem hukum seharusnya memberikan perlindungan maksimal kepada korban disabilitas, bukan justru meringankan hukuman pelaku.
Ia juga mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutan kasus ini.
“Kami menduga pengenaan hukumnya masih menggunakan KUHP, bukan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang seharusnya lebih relevan dan berpihak kepada korban,” ujarnya.
Pihak keluarga korban kini disebut tengah mempertimbangkan upaya banding atas putusan tersebut.
Rahman juga menyoroti minimnya peran pemerintah daerah, terutama Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Barru, dalam mengawal proses hukum kasus ini.
“Pemerintah daerah seolah abai. Padahal, ketika korbannya adalah perempuan difabel, seharusnya negara hadir penuh. Kami kecewa berat dan akan membawa kasus ini ke tingkat nasional,” tambahnya.
Rahman juga menyarankan agar aparat penegak hukum ke depan memastikan penerapan Undang-Undang TPKS dan mencantumkan hak restitusi korban sebagai bagian dari tuntutan dan putusan hukum.
Editor : Darwis
Follow Berita Panglimanews.com di Google news